Contoh Khutbah "Memilih Pemimpin yang Amanah"
Jamaah
sholat subuh yang berbahagia marilah kita panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat Allah SWT, yang senantiasa mencurahkan nikmatnya kepada kita sehingga
kita dapat berkumpul di Masjid Al Baroqah ini. Dan tidak lupa junjungan Nabi
Agung Muhammad SAW.
Pada
kesempatan kali ini saya akan membawakan kutbah yang berjudul “Memilih Pemimpin
Amanah”
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan rasul (Muhammad)
dan (juga) janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang di percayakan kepadamu
, sedangkan kamu mengetahui . Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu
hanyalah sebagai fitnah (cobaan) dan sesungguhnya di sisi Allah pada pahala
yang besar .” Arti Q.S Al-Anfal ayat
27-28
Secara
lahiriyah, kedua ayat tersebut menegaskan tentang larangan orang-orang beriman
menghianati amanah Allah SWT. Amanah itu bermacam-macam, bias berupa harta,
tahta, jabatan dan sebagainya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah secara
spesifik dengan ayat ini mengingatkan setiap elemen yang berwenang memilih
pejabat, baik eksekutif, legislative, maupun yudikatif, bahkan pejabat militer
dan lainnya, agar tidak menyalahgunakan hak pilihnya.
Menurut
Ibnu Taimiyah, sikap tidak amanah menghantarkan orang terjerembab ke lembah
dosa yang dalam. Ia akan menghalalkan segala cara untuk merealisasikan
ambisinya. Dalam lingkup sederhana seperti keluarga, seorang ayah yang tidak
amanah akan memberikan kepada anaknya sesuatu yang bukan haknya. Dalam lingkup
social, orang yang tidak amanah karena ambisi posisi jabatan tertentu, ia
berani melakukan korupsi. Tanpa basa – basi suap pun di jadikan sebagai hal
yang illegal. Orang yang seperti itu telah menghianati amanah Allah SWT, Rasul
dan orang – orang beriman.
Menurut
Islam Ibnu Taimiyah, fungsi suatu jabatan,
apapun bentuknya, ia harus di tunjukan pada amar ma’aruf dan nahi munkar,
menegakan supermasi nilai – nilai kebenaran dan kejujuran. Hal ini juga berlaku
untuk jabatan tertinggi dan pertinggi negara, seperti presiden, panglima
perang, kepala kepolisian, direktur bank, sampai pada jabatan terendah sekali
pun, seperti pemimpinan rombongan dalam sebuah perjalanan.
Jabatan
merupakan amanah yang harus ditunaikan sebaik-baiknya. Rasullah SAW pernah
mengingatkan Abu Dzar yang sempat meminta jabatan, “Sesungguhnya jabatan adalah
amanah. Bila seseorang tidak berhak atas jabatan itu atau tak mampu
mengembannya, kelak di akhirat jabatan akan menyebabkan kehinaan dan
penyesalan. (HR. Muslim)
Al
– Qur’an mengisyaratkan beberapa criteria kelayakan seseorang pemimpin. Pertama,
bahwa seorang kandidat harus mempunyai track record yang baik. Ia memiliki visi
dan misi mulia demi menyelamatkan bangsa dari kertepurukan dan keterbelakangan
pada seluruh sector kehidupan.
Isyarat
itu tertuang dalam kisah Ibrahim as ketika Allah SWT mengangkatnya sebagai
pemimpin besar bagi seluruh umat manusia sepanjang zaman. Prestasinya dalam
menunaikan amanah Allah di nilai sangat luar biasa. Ibrahim berhasil menegakkan
Tauhid dan mengembalikan loyalitas dan kepatuhan umat pada aturan Allah.
Sejak
remaja, ia membuktikan sifat amanahnya
terhadap ajaran Illahi dengan menumbangkan berhala-berhala sembahan masyarakat
klenik. Ia pun tak gentar meski karena
sikapnya yang teguh itu, ia harus di bakar hidup – hidup. Jelang usianya yang
senja, ia di uji Allah untuk menjalankan amanah dengan menyembelih putranya
Ismail . Allah pun mempercayakannya untuk membangun baitullah, yaitu lambing
sebagai kemurnian tauhid.
Ibrahim
konsisten dalam memegang idealismenya, yakni membawa misi dakwah semesta. Namun
ketika Ibrahim memohon agar Allah berkenan mengangkat keturunannya sebagai
pemimpin, Allah menjawabnya dengan ketegasan, bahwa tidak boleh orang – orang
zalim duduk di atas kursi kekuasaan (Q.S Al-Baqarah : 124). Karena yang saling
berhak menjadi pemimpin hanyalah orang –orang yang shalih (Q.S An – Anbiya :
105). Tampilnya orang – orang zalim di atas panggung kekuasaan , lebih di
karenakan lemahnya orang – orang shalih. Tepatlah ucapan khalifah Umar bin Khattab ra. Dalam sebuah
doanya, ‘Ya Allah aku mengeluh kepada-Mu, mengapa sang pendosa itu makin kuat,
sedang orang terpecaya makin lemah.”
Kedua,
pemimpin itu harus satu keyakinan aqidah. “Janganlah orang – orang beriman
mengambil orang – orang kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang – orang
beriman. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan
Allah, kecuali karena (siasat)
memelihara diri dari sesuatu yang di takuti dari mereka.” (QS. Ali Imran
: 28)
Ketiga,
pemimpin itu harus bersih dari unsur nepotisme. Sebab, betapa pun bersihnya
seseorang pemimpin, apabila ia berada pada lingkungan kelompoknya, lambat laun
kebersihannya akan luntur. Sebaliknya, keberadaannya tidak boleh jadi akan di
manfaatkan kelompoknya. (QS. Ali Imran :
118). Selain itu, pemimpin harus mempunyai kafa’ah dalam kepemimpinnya dan
sehat jasmani rohani.
Akhirnya,
setiap kita berharap semoga Allah SWT
membukakan kesadaran seluruh elemen bangsa dan Negara untuk menjunjung tinggi
nilai – nilai amanah. Tidak hanya sebatas pada saat di sumpah, tapi lebih
kongkrit dalam praktik kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama.
Sekian
khutbah yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat, akhir kata Billahitofiq
wallidayah wasallamualaikum wr,wb
Post a Comment