Islam Itu Indah
Seribu
teman masih terlalu sedikit, tetapi satu musuh sudah terlampau banyak. Sebuah
ungkapan kata yang tidak saja mengandung kebijaksanaan yang luar biasa, akan
tetapi betapa sangat sulit untuk mengaplikasikan hal tersebut, karena beberapa
faktor. Apalagi nilai ketersinggungan dalam hal banyak dewasa ini sangat
gampang untuk memantik pergesekan baik yang dilatar belakangi masalah pribadi,
antar kelompok, perbedaan ibadah dan lain – lain.
Tidak
kurang, masalah sepele dengan gampang akan bisa menjadi sumber letupan, yang
pada akhirnya membuat konflik besar dan susah untuk dipadamkan. Menjadi sangat
ironi, ketika konflik dan gesekan yang sering berujung pada kekerasan akhir –
akhir ini, tidak saja terjadi dalam masyarakat di tingkat level paling bawah.
Anggota dewan yang dianggap bisa menjadi rujukan mengelola sebuah konflik dan
dikemas dalam sebuah musyawarah permufakatan sebagai cerminan jiwa bermartabat,
setali tiga uang.
Pada
akhirnya gedung megah di senayan itu sering membuat pertunjukan dan adegan
konyol yang menjadi tontonan dan bahan tertawaan banyak orang. Prinsip amanah
dan lebel pengemban kepercayaan yang menempel pada diri mereka akan senantiasa
tergadaikan, karena ukuran yang sebenarnya hanya sebuah kepentingan. Nilai
sebuah pertemanan hanya diukur dari seberapa jauh mereka menyepakati sebuah
keputusan, selebihnya adalah musuh yang senantiasa mereka kucilkan.
Pada
acara sebuah penyembelihan kurban di hari raya ‘Iedul Adha, Nabi Besar Muhammad
SAW pertama – tama mengusulkan tetangganya yang seorang Yahudi terlebih dahulu,
untuk diberikan daging kurban tersebut. Itulah Islam. Beliau tidak memandang
perbedaan keyakinan untuk dijadikan sebagai sebuah konflik, tentunya dalam
perspektif hubungan sosial kemasyarakatan. Islam tidak pernah menjadikan pedang
sebagai sebuah arogansi kekuasaan. Islam adalah proses menetesnya sebuah embun
yang masuk kekerongkongan, di tengah panasnya padang belantara. Islam adalah
berpijarnya sebuah lilin kecil, ketika sumber penerangan besar tak mampu lagi memberikan
energi. Dan Islam adalah keindahan yang maha sempurna.
Dengan
mayoritas jumlah penduduk Indonesia yang hampir 90% adalah umat Islam, oleh
karena itu terkadang Islam akan ternodai oleh mereka yang menjadikan
justifikasi untuk kepentingannya saja. Generasi muda sebagai pilar penyangga
perjuangan Islam, harus berani tampil di garda paling depan dalam rangka
memberikan pencerahan. Sehingga Islam tidak selalu identik dengan kaum
marginal, kumuh, dan terbelakang. Kalau saja anak – anak muda kita tidak terpuruk
dalam pergaulan yang menyesatkan, dunia hingar – bingar banyak memperdaya dan
menelan korban, Indonesia akan sangat diperhitungkan. Akan tetapi, virus –
virus kebebasan pergaulan yang kian massif menjangkiti generasi muda kita,
menjadi pertanda bahwa keterpurukan tinggal menunggu hitungan.
Oleh
karenanya, teropong para orang tua harus senantiasa siaga dan fokus membidik
pergaulan anak – anak kita, agar mereka bisa mencari teman – teman yang baik
dan dipercaya. Pada akhirnya, kita takkan ragu lagu untuk memberi kesempatan
pada mereka dalam menyongsong hari depannya, karena prinsip hidup yang sudah
bisa ditanamkan pada mereka. Semoga prinsip hidup seribu teman masih kurang
dari satu musuh terlalu banyak dapat diimplementasikan dalam kehidupan terutama
anak – anak muda kita, yang sangat rentan dengan berbagai macam perilaku
negatif di tengah perkembangan zaman yang selalu mengadopsi budaya impor.
Semoga anak – anak kita tetap merasa sebagai bagian dari bangsa yang sangat menjunjung tinggi budaya
dan adat yang bermartabat.
Post a Comment